Jumat, 24 April 2009

taman kota

Berjalan-jalan di Azalea Garden Philadelphia, saya seringat perbincangan ringan dengan mas Toni di suata malam di Tasker Street. Ini soal taman kota. Soal public space.

Hari itu musim semi sudah berjalan beberapa pekan. Orang-orang sudah berpakaian tipis, bahkan beberapa hari ini sudah “kepanasan”. Di taman-taman kota Philadephia, orang-orang sudah mulai berjemur dan mandi air mancur. Cerita Mas Toni, di Jakarta dia sering berdiskusi soal taman kota dan kurangnya ruang publik bersama teman-teman arsiteknya. Kesimpulan mereka, pemerintah kurang memerhatikan kebutuhan publik terkait dengan udara bersih, taman, dan sarana umum lainnya. Pemerintah seharusnya tidak mengesampingkan hal ini! Tangan mereka terkepal. Semangat mereka menggelora. Tapi di akhir diskusi, salah seorang nyeletuk: “Ngapain sih bicara soal taman kota dan public space, wong kalian sendiri kalo weekend ke mall…!” Lalu mereka pun tertawa. Mungkin menertawakan ironi, mungkin menertawakan kegetiran.

Berbeda dengan Jakarta, taman-taman kota di Philadelphia sangat terawat. Tiap pergantian musim semi, tanahnya disiangi, dibersihkan dan bunga-bunga baru ditanam: Tulip, Daffodil, Melati dan lainnya. Membandingkan taman-taman kota di Amerika dengan taman kota di Indonesia jelas sangat jauh berbeda. Tidak hanya Jakarta. Sebagian besar kota di Indonesia tidak memiliki taman kota yang memadai.

Philadelphia saja yang merupakan kota kecil memiliki lebih dari 12 taman kota yang tersebar di sudut-sudut kota. Ini tidak termasuk taman-taman kecil yang dikelola oleh neighborhood. Taman terbesar di Philadelphia adalah Fairmount Park, seluas 9.200 acres (=0.4646 ha) atau 10 persen dari luas wilayah Philadelphia.

Di tengah-tengah kota New York, yang dianggap sebagai kota paling crowded dan paling padat di Amerika, Central Park menjadi penjaga dan lumbung udara bersih dengan area seluas 843 acres dan menampung lebih dari 26.000 pohon. Begitu juga dengan Washington DC. Ibukota Amerika ini sangat kaya dengan pepohonan dan taman bunga. Kawasan wisata sejarah dan sekitar Telaga Tidal bisa dianggap sebagai taman pusat kota ini. Lihat juga lapangan rumput sepanjang taman dari Capitol Hill ke White House. Bisa dikatakan, tata kota Washington adalah tata kota wisata yang memanjakan pengunjung untuk menikmati sejarah peninggalan masa lalu dan merasakan kenyamanan masa sekarang.

Di Singapore, salah satu sampel negara maju di Asia Tenggara, taman kota adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tata lingkungan. Spore Botanical Garden yang terletak di tengah kota adalah salah satu contoh keseriusan pemerintahnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Ada keseimbangan. Laju pembangunan fisik dan gedung-gedung tinggi tidak lalu menafikan kesadaran akan lingkungan. Ecological consciousness.

Di tengah-tengah kota yang sibuk, lalu lintas yang macet, orang-orang masih bisa berbaring dengan nyaman, menggelar tikar, berjemur, atau sekedar menikmati senja bersama keluarga. Di Philadelphia itu bisa dilakukan. Apakah di Jakarta bisa?
Kesadaran ekologis sangat berperan di sini. Ketika masyarakat bumi merasakan bersama dampak pemanasan global, maka kesadaran—sekecil apapun—tentang penghijauan dan udara yang bersih menjadi sangat penting.

Saya jadi teringat ketika tahun 1999 saya berpelesir ke Bogor: ingin menikmati kekayaan jenis pohon, menikmati bunga, sekaligus berbaring dengan nyaman di padang rumput. Indah benar kebun raya Bogor itu. Di tengah kota pula. Tapi saya tak bisa menikmati keindahannya. Sebentar-sebentar datang pengamen, sebentar-sebentar datang penjual permen, sebentar-sebentar….

Ah, kapan sebentar-sebentar itu tak ada lagi?

Philadelphia, 4/24/2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar